Syaloom saudara dan sahabatku, sudah dua hari ini aku merasa galau dan cemas, ada sebuah perasaan takut dalam hidupku. Betapa tidak?!!! Tunjangan profesional atau serti tidak keluar atau cair, namaku tidak tercantum di bank mana pun, walau pun surat keputusan dari dinas pendidikan dan namaku sudah disetujui untuk mendapatkan tunjangan tapi sampai hari ini tidak ada namaku. Mungkin saja terselip di berkas file lainnya, di kantor pemerintah.
Aku sempat merenung, mengapa jalan hidupku begitu sulit dan berliku? Aku bercerita pada teman-temanku agar beban yang ada di pundakku terasa berkurang. Dan mereka hanya berkata "sabar saja bu", mungkin sedang di input namanya, dan sebagainya. Saat hati dan pikiranku kacau, ku sempatkan membaca Alkitab, Ku temukan Ulangan 6 : 1 -9. Aku baca ayat demi ayat. Tak kusadari pikiranku kembali ke masa kecil.
......... Lakukanlah itu dengan setia, supaya baik keadaanmu, dan supaya kamu menjadi sangat banyak, seperti yang dijanjikan Tuhan, Allah nenek moyangmu ..... (Ulangan 6 : 3)
Keluarga besarku merupakan keluarga yang mejemuk, kami adalah merupakan suku jawa asli tepatnya berasal dari Solo dan Jogyakarta. Agama yang kami anut pun berbeda, Hindu, Islam dan Kristen (Protestan dan Katholik) bahkan keluarga angkatku masih menganut Kong Hu Chu. Tapi sampai saat ini keluarga besar kami adalah keluarga yang dapat saling menghargai sesama. Dan itu merupakan kebanggaan bagi keluarga kami. Sementara di luar sana seringkali dalam setiap perjumpaan di tengah perbedaan, muncul dua sikap ekstrim, menghilangkan perbedaan atau menonjolkan perbedaan. Yang pertama dilakukan, supaya relasi yang terbangun "damai" dan adem ayem. Yang kedua biasanya akan melahirkan konflik berkepanjangan. Kadang, kita tidak menyadari bahwa konflik seringkali terjadi bukan karena kita tidak mengerti diri kita sendiri (identitas kita). Sebab itu tatkala aku membaca Ulangan 6, aku membayangkan bangsa Israel yang akan berjumpa dengan kemajemukan dari negeri yang mereka duduki dan mereka perlu menyadari dengan sungguh-sungguh identitas mereka sebagai anak-anak Tuhan (ayat 1-2).
Ada seorang teolog Jerman yang bernama Jurgen Moltmann pernah berkata, no persons without relations; but there are no relations without persons either. Artinya adalah tidak ada seorang pun yang mampu bertahan tanpa membangun relasi (baik dengan Tuhan maupun sesama). Melalui kasih, relasi yang terbangun dengan Tuhan dan sesama menjadi bemakna. Oleh karenanya, dalam relasi dengan orang lain, kita diharapkan tidak hanya berkumpul dan "tertawa" bersama, tetapi juga "meratap" bersama. Kasih Tuhan dapat menjadi jalan untuk meningkatkan kualitas relas kita dalam mengasihi orang lain. Ini dapat dimulai dari diri sendiri dan kemudian berkembang dalam seluruh aktivitas di setiap kehidupan. Itulah yang kemudian membuat kepelbagaian denominasi, aliran dan agama serta kepercayaan tidak menghalangi kita semua untuk berbagi kasih. Aku tersentak dan tersenyum, itulah keluarga besarku.
Kasihilah Tuhan, Allahmu ..... dan dengan segenap kekuatanmu. ..... haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu ..... (Ulangan 6 : 5-7).
Ayat dari firman di atas merupakan bagian dari shema Israel. Shema adalah bagian utama dari doa Yahudi malam dan pagi. Shema dipandang sebagai doa yang paling penting di dalam agama Yahudi dan penyebutannya dua kali dalam sehari adalah sebuah mitzvah (perintah rohani). Shema mengandung inti pengajaran agama bagi bangsa Yahudi. Dan orang Israel memperkenal shema ini kepada anak-anaknya sejak usia dini, begitu mereka lancar berbicara, mereka diharuskan menghafal bagian pertama kalimat shema. Hal ini mereka lakukan karena seorang anak merupakan pemberian Tuhan. Jadi mereka mengajarkan tentang Tuhan sejak dini merupakan bagian yang terpenting. Sesungguhnya, mengajar seorang anak untuk percaya kepada Tuhan bermula dari membangun kepercayaan dengan orang-orang disekitarnya.Inilah dasar dari perkembangan iman seorang anak. Berarti orang-orang dewasa di sekitar anak harus mampu menunjukkan kepada anak bahwa mereka layak dipercaya. Dengan demikian kasih dan keteladanan menjadi sangat penting (ayat 4-5), bahkan harus extra sabar karena kadang kita perlu mengulang-ulang apa yang amu kita sampaikan pada anak (ayat 6-7).
Anne Neufeld Rupp mengatakan bahwa seringkali orang dewasa berupaya untuk menciptakan kepercayaan seorang anak dengan cara yang justru menciptakan rasa tidak percaya pada anak. Halini bisa dilihat dari sebutan yang bersifat menghina (anak nakal, anak bodoh dan lain-lain), melalaikan anak secara fisik dan emosi, membuat anak merasa bahwa dirinya adalah pribadi yang tidak berharga dan tidak diharapkan serta sikap yang dingin tanpa kasih. Hal-hal seperti inilah yang dapat merusak kepecayaan anak (sebenarnya merupakan dasar iman) dan dapat menciptakan seseorang yang tidak dapat diharapkan, tertekan, bahkan tak berarti. Aku kembali tersentak, dan merasa sangat bersyukur sebab Tuhan Allah sangat baik dan manis terhadapku. Kegalauan dan kecemasan yang ada padaku akan segera berlalu jika aku selalu memanggil nama-Nya, setia dan taat. Ya, ..... sangat indah masa kanak-kanak, ingin aku mengulangnya kembali. Jadi marilah kita dengan serius memperhatikan anak-anak di sekitar kita. Dengan demikian, mereka siap berpartisipasi dalam aksi sejati cinta kasih yang mewarnai kehidupan ini.
Doa :
Ya Tuhan Yesus, biarlah kebersamaan terus terpatri dalam setiap komunitas yang kami hidupi di muka bumi ini, begitu pula berkatilah setiap anak yang Engkau hadirkan dalam kehidupan kami, biarlah mereka menjadi berkat senantiasa.
Aku sempat merenung, mengapa jalan hidupku begitu sulit dan berliku? Aku bercerita pada teman-temanku agar beban yang ada di pundakku terasa berkurang. Dan mereka hanya berkata "sabar saja bu", mungkin sedang di input namanya, dan sebagainya. Saat hati dan pikiranku kacau, ku sempatkan membaca Alkitab, Ku temukan Ulangan 6 : 1 -9. Aku baca ayat demi ayat. Tak kusadari pikiranku kembali ke masa kecil.
......... Lakukanlah itu dengan setia, supaya baik keadaanmu, dan supaya kamu menjadi sangat banyak, seperti yang dijanjikan Tuhan, Allah nenek moyangmu ..... (Ulangan 6 : 3)
Keluarga besarku merupakan keluarga yang mejemuk, kami adalah merupakan suku jawa asli tepatnya berasal dari Solo dan Jogyakarta. Agama yang kami anut pun berbeda, Hindu, Islam dan Kristen (Protestan dan Katholik) bahkan keluarga angkatku masih menganut Kong Hu Chu. Tapi sampai saat ini keluarga besar kami adalah keluarga yang dapat saling menghargai sesama. Dan itu merupakan kebanggaan bagi keluarga kami. Sementara di luar sana seringkali dalam setiap perjumpaan di tengah perbedaan, muncul dua sikap ekstrim, menghilangkan perbedaan atau menonjolkan perbedaan. Yang pertama dilakukan, supaya relasi yang terbangun "damai" dan adem ayem. Yang kedua biasanya akan melahirkan konflik berkepanjangan. Kadang, kita tidak menyadari bahwa konflik seringkali terjadi bukan karena kita tidak mengerti diri kita sendiri (identitas kita). Sebab itu tatkala aku membaca Ulangan 6, aku membayangkan bangsa Israel yang akan berjumpa dengan kemajemukan dari negeri yang mereka duduki dan mereka perlu menyadari dengan sungguh-sungguh identitas mereka sebagai anak-anak Tuhan (ayat 1-2).
Ada seorang teolog Jerman yang bernama Jurgen Moltmann pernah berkata, no persons without relations; but there are no relations without persons either. Artinya adalah tidak ada seorang pun yang mampu bertahan tanpa membangun relasi (baik dengan Tuhan maupun sesama). Melalui kasih, relasi yang terbangun dengan Tuhan dan sesama menjadi bemakna. Oleh karenanya, dalam relasi dengan orang lain, kita diharapkan tidak hanya berkumpul dan "tertawa" bersama, tetapi juga "meratap" bersama. Kasih Tuhan dapat menjadi jalan untuk meningkatkan kualitas relas kita dalam mengasihi orang lain. Ini dapat dimulai dari diri sendiri dan kemudian berkembang dalam seluruh aktivitas di setiap kehidupan. Itulah yang kemudian membuat kepelbagaian denominasi, aliran dan agama serta kepercayaan tidak menghalangi kita semua untuk berbagi kasih. Aku tersentak dan tersenyum, itulah keluarga besarku.
Kasihilah Tuhan, Allahmu ..... dan dengan segenap kekuatanmu. ..... haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu ..... (Ulangan 6 : 5-7).
Ayat dari firman di atas merupakan bagian dari shema Israel. Shema adalah bagian utama dari doa Yahudi malam dan pagi. Shema dipandang sebagai doa yang paling penting di dalam agama Yahudi dan penyebutannya dua kali dalam sehari adalah sebuah mitzvah (perintah rohani). Shema mengandung inti pengajaran agama bagi bangsa Yahudi. Dan orang Israel memperkenal shema ini kepada anak-anaknya sejak usia dini, begitu mereka lancar berbicara, mereka diharuskan menghafal bagian pertama kalimat shema. Hal ini mereka lakukan karena seorang anak merupakan pemberian Tuhan. Jadi mereka mengajarkan tentang Tuhan sejak dini merupakan bagian yang terpenting. Sesungguhnya, mengajar seorang anak untuk percaya kepada Tuhan bermula dari membangun kepercayaan dengan orang-orang disekitarnya.Inilah dasar dari perkembangan iman seorang anak. Berarti orang-orang dewasa di sekitar anak harus mampu menunjukkan kepada anak bahwa mereka layak dipercaya. Dengan demikian kasih dan keteladanan menjadi sangat penting (ayat 4-5), bahkan harus extra sabar karena kadang kita perlu mengulang-ulang apa yang amu kita sampaikan pada anak (ayat 6-7).
Anne Neufeld Rupp mengatakan bahwa seringkali orang dewasa berupaya untuk menciptakan kepercayaan seorang anak dengan cara yang justru menciptakan rasa tidak percaya pada anak. Halini bisa dilihat dari sebutan yang bersifat menghina (anak nakal, anak bodoh dan lain-lain), melalaikan anak secara fisik dan emosi, membuat anak merasa bahwa dirinya adalah pribadi yang tidak berharga dan tidak diharapkan serta sikap yang dingin tanpa kasih. Hal-hal seperti inilah yang dapat merusak kepecayaan anak (sebenarnya merupakan dasar iman) dan dapat menciptakan seseorang yang tidak dapat diharapkan, tertekan, bahkan tak berarti. Aku kembali tersentak, dan merasa sangat bersyukur sebab Tuhan Allah sangat baik dan manis terhadapku. Kegalauan dan kecemasan yang ada padaku akan segera berlalu jika aku selalu memanggil nama-Nya, setia dan taat. Ya, ..... sangat indah masa kanak-kanak, ingin aku mengulangnya kembali. Jadi marilah kita dengan serius memperhatikan anak-anak di sekitar kita. Dengan demikian, mereka siap berpartisipasi dalam aksi sejati cinta kasih yang mewarnai kehidupan ini.
Doa :
Ya Tuhan Yesus, biarlah kebersamaan terus terpatri dalam setiap komunitas yang kami hidupi di muka bumi ini, begitu pula berkatilah setiap anak yang Engkau hadirkan dalam kehidupan kami, biarlah mereka menjadi berkat senantiasa.
No comments:
Post a Comment