Syaloom saudara dan sahabatku, bagaimana kabarmu pada ke 12 di bulan Juli ini ? Tak terasa kita sudah berada diambang pertengahan bulan Juli. Demikian cepatnya waktu berlalu, dan kiranya tidak ada kesia-siaan bagi kita, namun hanya berkat dari Tuhan. Saudara dan sahabatku hari ini aku masih mendengarkan Pengkhotbah 1 : 12 - 18
..... segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin (Pengkhotbah 1 : 14)
Qohelet (Ibrani) berarti Pengkhotbah atau Guru. Secara harafiah adalah seseorang yang menyampaikan pengajarannya ditengah pertemuan, termasuk Salomo.
Salomo sebagai seorang paling bijaksana yang memerintah Israel, putera Raja Israel di Yerusalem (ayat 12). Dalam hidupnya Salomo tidak mengalami sukses, meskipun ia memeriksa dan menyelidiki pekerjaannya dengan hikmat di bawah kolong langit (ayat 13). Semua kekayaan, kuasa, bahkan nikmat kehidupan sebagai raja yang berkuasa dan banyak selir, kosong belaka, sia-sia dan menjaring angin (ayat 14). Secara logika bagaimana mungkin kita dapat menjaring angin? Sebagai manusia kita harus dapat berdiam diri sejenak untuk merenung apa yang sudah kita perbuat. Seluruh pengalaman akan terbentang di depan mata kita. Seperti Raja Salomo, dahulu ia adalah seorang raja, lalu jatuh. Tetapi ia dapat memahami siapa dirinya sebenarnya. Ia tidak dapat menyembunyikan diri di bawah hikmat yang diajarkannya dengan piawi. Salomo membawa kita dalam perjalanan rohaninya yang berakhir dengan kejatuhannya sebab sebagian besar dilakukannya tanpa Tuhan.
Oleh sebab itu segala sesuatu yang telah ditetapkan secara tertata, tidak dapat begitu saja diubah, seperti yang bengkok tak dapat diluruskan (ayat 15). Demikian juga kita tidak dapat merubah sesuatu yang tidak baik menjadi baik, atau sebaliknya. Hikmat Salomo tetap kurang, tidak lengkap! Karena manusia memerlukan hikmat dari Allah Penciptanya, untuk melakukan perubahan yang berarti.
Yakin dan percayalah, hikmat yang benar hanya dapat ditemukan dalam Allah, dan kebahagiaan sejati hanya datang dari kehidupanyang menuruti kehendak Allah. Melalui Sang Maha kasih, kita akan menghasilkan kebijakan-kebijakan baru yang memajukan kehidupan ini baik sendiri maupun bersama. Demikianlah manusia mengalami hidup yang bermakna dan berhasil. Bersyukurlah dengan hikmat kasih Allah dengan takut akan Tuhan.
karena di dalam banyak hikmat ada banyak susah hati ..... (Pengkhotbah 1 : 18)
Kesaksian Salomo, berisi upaya manusia memperbesar hikmat dalam diri bahkan sampai memperoleh banyak hikmat dan pengetahuan, tetapi pada akhirnya semua sia-sia. Salomo bahkan menjadi seorang yang ahli dalam kebodohan dan kebebalan; upaya melawan hikmat ini pun diselidikinya. Menurutnya, hal ini menunjukkan sesuatu yang mulia seperti hikmat dan pengetahuan dunia, tetap merupakan kesia-siaan dan ia tidak dapat memahami hidup.
Makin banyak kita ketahui, semakin banyak sakit dan kesukaran yang kita alami. Sebab semakin kita tahu, semakin kita melihat kekurangan dan keburukan. Sementara kita yang ingin berjalan dengan Salomo dan menemukan arti kehidupan, kita harus bersedia untuk merasakan dan berpikir, mempertanyakan, menderita dan kesakitan dalam berbuat lebih banyak. Apakah kita bersedia membayar harga hikmat yang sedemikian besar?
Makin banyak pengetahuan, semakin banyak hal yang kita sadari tidak dapat diperbaiki, tetapi harus diterima sebagaimana adanya. Dalam banyak hikmat ada banyak kesusahan hati. Itulah suatu penderitaan mental dan spiritual. Menambah pengetahuan bisa membawa kita pada rasa lemah dan kalah di satu pihak, dan di pihak lain rasa simpati, kesamaan emosional, intelektual dan iba terhadap sesama.
Bagi kita, sepertinya tidak mungkin menerapkan hikmat atas hidup, sebab hikmat di bawah matahari memang tidak dapat menolong manusia. Tapi hikmat di atas matahari, itulah hikmat iamn dan keberanian yang diterangi oleh wahyu dari Allah. Hikmat demikian tidak membutuhkan jubah hikmat dan jubah akademik yang bertaburkan batu permata. Ia agung oleh sebab mahkota-mahkotanya sendiri (bandingkan 1 Korintus 3 : 18, 20).
Biarlah kekaguman yang penuh hormat pada kuasa, keagungan dan kekudusan hanya pada Allah. Sementara di dalam diri kita haruslah ada ketakutan untuk melanggar kehendak-Nya. Kehormatan seperti itu patut kita miliki untuk memperoleh hati berhikmat.
Doa :
Berikan kami kuasa-Mu ya Allah, untuk kami berani memperbaiki yang salah dan buatlah kami memahami hikmat dan pengetahuan, mengatasi kebodohan dan meninggalkan kebebalan.
..... segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin (Pengkhotbah 1 : 14)
Qohelet (Ibrani) berarti Pengkhotbah atau Guru. Secara harafiah adalah seseorang yang menyampaikan pengajarannya ditengah pertemuan, termasuk Salomo.
Salomo sebagai seorang paling bijaksana yang memerintah Israel, putera Raja Israel di Yerusalem (ayat 12). Dalam hidupnya Salomo tidak mengalami sukses, meskipun ia memeriksa dan menyelidiki pekerjaannya dengan hikmat di bawah kolong langit (ayat 13). Semua kekayaan, kuasa, bahkan nikmat kehidupan sebagai raja yang berkuasa dan banyak selir, kosong belaka, sia-sia dan menjaring angin (ayat 14). Secara logika bagaimana mungkin kita dapat menjaring angin? Sebagai manusia kita harus dapat berdiam diri sejenak untuk merenung apa yang sudah kita perbuat. Seluruh pengalaman akan terbentang di depan mata kita. Seperti Raja Salomo, dahulu ia adalah seorang raja, lalu jatuh. Tetapi ia dapat memahami siapa dirinya sebenarnya. Ia tidak dapat menyembunyikan diri di bawah hikmat yang diajarkannya dengan piawi. Salomo membawa kita dalam perjalanan rohaninya yang berakhir dengan kejatuhannya sebab sebagian besar dilakukannya tanpa Tuhan.
Oleh sebab itu segala sesuatu yang telah ditetapkan secara tertata, tidak dapat begitu saja diubah, seperti yang bengkok tak dapat diluruskan (ayat 15). Demikian juga kita tidak dapat merubah sesuatu yang tidak baik menjadi baik, atau sebaliknya. Hikmat Salomo tetap kurang, tidak lengkap! Karena manusia memerlukan hikmat dari Allah Penciptanya, untuk melakukan perubahan yang berarti.
Yakin dan percayalah, hikmat yang benar hanya dapat ditemukan dalam Allah, dan kebahagiaan sejati hanya datang dari kehidupanyang menuruti kehendak Allah. Melalui Sang Maha kasih, kita akan menghasilkan kebijakan-kebijakan baru yang memajukan kehidupan ini baik sendiri maupun bersama. Demikianlah manusia mengalami hidup yang bermakna dan berhasil. Bersyukurlah dengan hikmat kasih Allah dengan takut akan Tuhan.
karena di dalam banyak hikmat ada banyak susah hati ..... (Pengkhotbah 1 : 18)
Kesaksian Salomo, berisi upaya manusia memperbesar hikmat dalam diri bahkan sampai memperoleh banyak hikmat dan pengetahuan, tetapi pada akhirnya semua sia-sia. Salomo bahkan menjadi seorang yang ahli dalam kebodohan dan kebebalan; upaya melawan hikmat ini pun diselidikinya. Menurutnya, hal ini menunjukkan sesuatu yang mulia seperti hikmat dan pengetahuan dunia, tetap merupakan kesia-siaan dan ia tidak dapat memahami hidup.
Makin banyak kita ketahui, semakin banyak sakit dan kesukaran yang kita alami. Sebab semakin kita tahu, semakin kita melihat kekurangan dan keburukan. Sementara kita yang ingin berjalan dengan Salomo dan menemukan arti kehidupan, kita harus bersedia untuk merasakan dan berpikir, mempertanyakan, menderita dan kesakitan dalam berbuat lebih banyak. Apakah kita bersedia membayar harga hikmat yang sedemikian besar?
Makin banyak pengetahuan, semakin banyak hal yang kita sadari tidak dapat diperbaiki, tetapi harus diterima sebagaimana adanya. Dalam banyak hikmat ada banyak kesusahan hati. Itulah suatu penderitaan mental dan spiritual. Menambah pengetahuan bisa membawa kita pada rasa lemah dan kalah di satu pihak, dan di pihak lain rasa simpati, kesamaan emosional, intelektual dan iba terhadap sesama.
Bagi kita, sepertinya tidak mungkin menerapkan hikmat atas hidup, sebab hikmat di bawah matahari memang tidak dapat menolong manusia. Tapi hikmat di atas matahari, itulah hikmat iamn dan keberanian yang diterangi oleh wahyu dari Allah. Hikmat demikian tidak membutuhkan jubah hikmat dan jubah akademik yang bertaburkan batu permata. Ia agung oleh sebab mahkota-mahkotanya sendiri (bandingkan 1 Korintus 3 : 18, 20).
Biarlah kekaguman yang penuh hormat pada kuasa, keagungan dan kekudusan hanya pada Allah. Sementara di dalam diri kita haruslah ada ketakutan untuk melanggar kehendak-Nya. Kehormatan seperti itu patut kita miliki untuk memperoleh hati berhikmat.
Doa :
Berikan kami kuasa-Mu ya Allah, untuk kami berani memperbaiki yang salah dan buatlah kami memahami hikmat dan pengetahuan, mengatasi kebodohan dan meninggalkan kebebalan.